SebuahCerita Tentang Kesuksesan. Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona. Sukses, satu kata pencapaian yang sangat ingin dimiliki oleh semua orang. Sangat ingin dirasakan oleh setiap umat-Nya. Sukses, menurut sebagian orang merupakan suatu keberhasilan dengan segala usaha yang mereka lakukan. Andaada disini : Beranda / Tag "cerpen tentang perjuangan meraih sukses" Tag: cerpen tentang perjuangan meraih sukses. Cerpen. Ukhti, Uhibbuki! admin 2 bulan yang lalu. Cerpen. Doa Bidadari. admin 5 bulan yang lalu. Cerpen. Cerpen Kehidupan Remaja di Era Globalisasi. admin 7 bulan yang lalu. Baca Selebihnya. Artikel. MimpiMeraih Prestasi. Seperti biasa emak Limbok selalu membuka daun jendela kamar Limbok setiap pukul 05.30 pagi. Jendela kamar sudah terbuka sejam lalu, namun Limbok masih saja mengeluarkan dengkuran. Kedua kakinya yang besar, padat mengapit guling. Seandainya guling itu makhluk hidup, pastilah sudah lama mati lemas karena dijepit paha Limbok Vay Tiền Nhanh. Contoh Cerpen Motivasi Pendidikan Ilustrasi – Inilah Cerpen Motivasi Pendidikan yang menceritakan tentang kesulitan, keteguhan dan kesuksesan yang penuh makna. Sebuah contoh cerita pendek yang menceritakan perjuangan seseorang yang ingin terus belajar dan meraih strata tertinggi dalam pendidikan. Cerpen berjudul “Berakar Duri Berpuncuk Cahaya” ini Karya Annisa Syifa Malabbi - SMP IT Permata Bunda Islamic Boarding School. Ia salah satu peseta kelas kepenulisan Yuk Menulis Indonesia bersama Yoga Pratama selaku mentor kepenulisannya. Cerpen ini sungguh mengharukan, dan pembaca akan sangat menikmati. Karena ceritanya tak sekedar bercerita, tetapi benar benar hidup. Ia benar benar mampu menciptakan Cerpen Motivasi pendidikan yang penuh perjuangan dan makna dalam meraih kesuksesan. Berikut cerpen motivasi pendidikan karya Annisa berjudul Berakar Duri Berpuncuk Cahaya ini Cerpen Motivasi Pendidikan Berakar Duri Berpuncuk Cahaya Ilustrasi Cerpen Motivasi Pendidikan Ilustrasi “Bukan memandang seberapa tinggi pangkat jabatanmu, bukan memandang seberapa besar penghasilanmu. Selama itu halal dan baik asal mulanya tak perlu takut untuk maju. Hanya orang yang tidak mengerti arti kehidupan jika ia memandang seseorang dari sesuatu yang tidak harus dilihat. Selain kerja keras, usaha, dan hasil.” Abiyyu Faizal Ramadhan, nama yang bapak dan ibu berikan ketika melihat dunia pertamaku. Ayah pernah bilang, “kesuksesan hanya ada di tangan masing-masing setiap orang, Ayah dan ibu hanya bisa berdoa sebaik mungkin untuk kamu yang terbaik. Ingat awali semua dengan sesuatu yang baik, maka akan berujung baik pula.” Ayah dan ibu mengajarkan banyak hal kepadaku. Mulai dari kerja keras, bertanggung jawab, sampai hidup bersyukur, dan tidak melupakan kewajiban kepada sang maha kuasa. Aku terlahir dari keluarga yang sangat sederhana, namun harmonis. Nyaman untuk tempat keluh kesah hingga berbagi cerita. Ayah bekerja sebagai kuli, dengan penghasilannya yang tidak tetap. Ibu hanya sebagai ibu rumah tangga. Pernah ibu bersih keras meminta bekerja, untuk menambah biaya kehidupan kami. Tapi ayah melarang. Dengan kondisi yang tidak memungkinakan membuat kami khawatir ketika ibu bekerja. Ibu menderita penyakit gagal ginjal. Penyakit yang ibu derita sejak lama. Terkadang sedih melihat kondisi ibu. Harus bolak balik ke rumah sakit untuk kontrol ke dokter. Yang membutuhkan biaya cukup mahal setiap bulannya. Di sisi lain, aku ingin mencapai impian terbesarku, yaitu kuliah. Namun dengan kondisi keuangan kami tak memungkinkan aku untuk meminta biaya kuliah kepada ayah dan ibu. Hingga aku memutuskan untuk kuliah secera diam-diam. Di selang waktu kuliah aku bisa bekerja untuk menambah sedikit beban kedua orang tuaku. Aku memilih jurusan kedokteran, terinspirasi dari ibu yang sekarang sedang sakit-sakitan. Baca Juga Cerpen Tentang Kehidupan Manusia dan Alam *** Sinar matahari masuk melewati sela-sela tirai yang membuatku terbangun dari tidur. Kulirik jam yang menghiasi kamar kecil milikku, yang berukuan 2 x 1,5 m. Jam menunjukan pukul AM Kondisi ibu semakin parah. Dan aku harus mengganti kan ibu untuk mengurus rumah. Dari memasak, membereskan rumah, dan pekerjaan rumah lainnya. Aku baru akan berangkat kuliah ketika semua pekerjaan rumah selesai. Aku harus berbohong kepada ibu dan ayah akan keberangkatan kuliahku. Tidak mau merepotkan mereka dengan memikirkan biaya kuliah. Dan aku memutuskan untuk tidak memberi tahu mereka, hingga hari yang tepat untuk dibicarakan. Hari semakin siang. Satu jam lagi aku harus berangkat kekampus. Rumah yang sudah kubereskan, ibu yang sudah kuberi makan, dan Abiyya yang sudah berangkat sekolah dari 3 jam yang lalu membuatku tenang untuk meninggalkan rumah. Ayah sudah berangkat dari jam subuh tadi. Kini waktunya aku bersiap-siap diri untuk berangkat kuliah. Motor tua milikku sudah siap untuk berangkat. Hanya memerlukan waktu 25 menit untuk sampai dikampus. Baca Juga Cerpen Penyesalan Datang Belakangan Sesampainya di kampus, aku memarkirkan motor di sebuah tempat khusus motor. Dan berjalan sedikit lebih cepat untuk ke kelas. Karena 25 menit lagi kelas akan dimulai. Terdapat sekitar 15 orang yang sudah berada di ruangan. Terutama kedua teman akrabku, Ahmad dan Deno. Mereka sosok teman yang sangat mendukung apa yang aku impikan. Bahkan mereka tak segan-segan untuk membantu. Aku menghampiri mereka yang sedang asik berbincang. Ahmad yang menyadari kedatanganku, langsung menyambut dengan senyum khasnya. Begitu pula dengan Deno. Aku berjalan menuju sebuah kursi dekat dengan Ahmad dan Deno. Seperti biasa aku jarang ikut campur akan pembicaraan mereka, dan memilih untuk membaca beberapa materi kuliah. Mereka memahami sikapku yang seperti ini. Tak kusadari kelas sudah ramai, dan buk Mela, dosenku sudah berada dalam kelas. Segera aku menutup buku. Bu Mela banyak membantuku, pernah iya membayar ongkos ke Makassar untuk mengikuti lomba. Tanpa mengecewakan beliau, aku berhasil meraih juara pertama. “Baik, hari ini saya akan memberi beberap materi untuk kalian rangkum dan presentasikan di pertemuan besok. Kelompoknya yang sudah saya bagian pekan kemarin,” katanya dengan antusias. Semua menjawab dengan semngat, berbeda dengan aku. Lagi lagi harus mengeluarkan biaya untuk presentasi besok. Yang membutuhkan biaya cukup banyak. Baca Juga Kisah Inspiratif Untuk Siswa Renungan Perubahan Bu Mela keluar kelas dari 5 menit yang lalu. Dan aku masih asik mencatat materi yang telah diberinya. Ahmad dan Deno pulang lebih awal hari ini. Ada pekerjaan yang harus mereka lakukan. Aku menyusuri koridor kelas. Terdengar hinaan-hinaan yang setiap hariku dengar. Walaupun tak semua menghina tapi tetap saja membuat telingaku panas. Aku harus tetap bersabar. “Itu kan si tukang becak bukan sih?” “Eh ada tukang becak.” “Hey, jangan kayak gituh, kasian tauk.” “Diliat-liat kasian juga ya.” Aku mempercepat langkah kaki, untuk tidak mendengarkan perkataan mereka. Ya, inilah kehidupan sehari-hariku. Tapi di sisi lain masih ada oarang yang mau mendukung dan menyemangatiku untuk terus maju. Dengan perkataan mereka aku tidak boleh putus semangat untuk bekerja. Dan menjadikan sebuah motivasi diri. Setelah ini aku memutuskan untuk kembali kerumah dan langsung bekerja. Sekarang aku berada di sebuah pangkalan becak. Namanya manusia, ada yang suka ada yang tidak. Bahkan di tempat itu aku masih harus mendengar perkataan mereka yang tidak menyukai dengan apa yang aku kerjakan. Baca Juga Cerpen Tentang Keterbatasan Fisik Yang Sukses “Woi Faizal, kenapa lu kemaren gak ngebecak?” aku membalas dengan senyum. Kemarin aku tidak bekerja karena sakit ibu sangat parah. Membuatku harus tidak bekerja, dan memilih untuk merawat ibu. “Kasian amat sih lu Faiz, napa gak bapak lu aja yang kerja. Harusnya lu tuh fokus kuliah bukan kerja kayak gini.” “Maaf, abang salah, tak setiap waktu ayah yang harus bekerja, di umurnya yang sekarang seharusnya ayah tidak lagi merasakan lelahnya pekerjaan, dan merasakan masa tuanya. Saya hanya meringankan pekerjaan ayah. Dan saya bersyukur bisa sedikit membantu ayah,” jelasku. Tono yang ku panggil abang itu hanya membalas senyum menyeringai. Dari pada memperpanjang masalah, kuputuskan untuk menjauhi Bang Tono. Pekerjaan dengan hasil yang baik membutuhkan kesabaran. Penumpang becakku hari ini tak sebanyak penumpang kemarin. Tapi tetap aku harus bersyukur. Sore menjelang malam ini aku harus kembali ke rumah. Masih banyak yang harus aku kerjakan di rumah. Takut ayah belum kembali ke rumah. Di perjalanan, aku menemukan seseorang bapak tua yang sepertinya membutuhkan bantuan. Langsung aku mendekati bapak tersebut. Ia tersenyum lesu kepadaku. Ada beberapa uang hasil pekerjaanku hari ini, baiknya kuberikan setengah dari uangku itu. “Bapak, saya punya beberapa sedikit uang untuk bapak. Tolong terima ya pak.” “Te.. terima.. kasih nak, semoga kamu dipermudahkan dalam segala ujianmu,” kata bapak itu dengan suara lemah. “Amiin ya rabb,” aku pun langsung pergi kerumah. Mempercepat langkahku. Percayalah sesuatu yang kita lakukan saat ini akan terbalas dikemudian hari. Yang tak pernah kita duga-duga. Jangan pernah merasa bahwa Tuhan tak adil, masih banyak manusia yang lebih tidak beruntung darimu. Dan Jangan karena masalah serta ujianmu itu menghalang kebaikan yang ada dalam diri. Baca Juga Cerpen Jogja dan Kenangan Yogyakarta Aku Kembali *** Ilustrasi Contoh Cerpen Motivasi Pendidikan “Assalamualaikum ibu, ayah?” Aku membuka pinu yang langsung disambut Abiyya dengan tingkah bocahnya. “Waalaikumsalam, kakak! Yey kakak udah balik. He.. he.. kayak biasanya,” ia menjulurkan tangannya meminta uang dariku. “Nih,” kuserahkan beberapa lembar ribuan kepada Abiyya. “Hari ini kakak gak kasih sebanyak hari kemarin!” Ia sering meminta uang kepada ku, entah buat apa. Tapi aku mendukungnya, karena setiap uang yang kuberi selalu ditabung. “Nggak masalah kok, makasih kakak.” “Sama-sama Abiyya!” “Ibu di mana? Ayah udah balik?” Tanya ku kepada Abiyya “Ibu ada kok di kamar. Ayah juga udah balik dari tadi,” aku membalas dengan anggukan. Mengerti. Kuhampiri ayah dan ibu yang berada dalam kamar. Kucium pundak telapak tangan mereka dan kupeluk ayah. Membayangkan betapa senangnya mereka ketika aku wisuda nanti. Semoga saja itu terjadi. “Nak, apakah baiknya kamu berhenti bekerja? Lanjutkan pendidikanmu saja. Insya Allah ayah sanggup membiayai kuliahmu.” Ayah ingin aku kuliah, dan berhenti bekerja. Uang yang kudapat dari hasil pekerjaanku jarang ibu dan ayah ambil, bahkan menyuruhku untuk menabungnya. “Ayah tak perlu repot-repot memikirkan kuliah, birkan aku bekerja yah, untuk membantu keuangan keluarga. Toh aku anak pertama yang seharusnya membantu ayah, biarkan Abiyya saja yang melanjutkan pendidikannya. Yah, bu kesuksesan itu banyak cara,” aku berusaha membuat mereka mengerti. “Tapi apakah kamu yakin akan terus-terusan seperti ini, tidak kuliah, dan harus bekerja? Bahkan banyak orang yang menghinamu nak.” “Abaikan saja apa yang mereka katakan. Kita cukup bedoa saja. Usaha tak akan bakal menyiakan hasil.“ “Aku ke kamar dulu yah, bu,” aku langsung pergi ke kamar. Ayah yang tak bisa memaksa keinginanku hanya bisa terdiam. Dan ibu tersenyum lesu. Baca Juga Cerpen Dongeng Gajah dan Semut Ayah, ibu memang tidak tahu akan kuliahku saat ini. Dan aku membiarkan itu berjalan sendiri. Biarkan waktu yang memberi tahu mereka. “Ya Rabb apakah pilihanku ini baik? Berbohong untuk tidak menyulitkan mereka apa kah ini yang terbaik? Ya Rabb permudahkanlah semuanya,” kataku memohon. Kuliah hari ini berjalan seperti biasa. Pamit kepada ibu dengan alasan keluar sebentar, teman-teman yang masih tidak menyukaiku, dan presentasi yang berjalan sempurna. Semua persiapan presentasi sudah siap tanpaku ketahui. Ahmad dan Denolah yang mempersiapkan semuanya. Aku berusaha mengganti biaya yang keluar untuk presentasi tapi mereka menolak. Lagi-lagi mereka membantuku. Hari ini aku bersama ke dua temanku pulang bersama. Saat kami berjalan ke arah tangga, tiba-tiba seseorang memanggil namaku. Aku menengok ke sumber suara. Ternyata Bu Mela yang memanggil. Aku langsung menghampiri beliau. “Iya bu, ada apa?” Tanyaku bingung. “Saya ingin berbicara sesuatu sama kamu, apa kamu ada waktu sebentar?” “Insya Allah ada,” aku menyuruh ke dua temanku untuk pulang duluan, karena tidak mungkin mereka menemaniku untuk waktu yang lama. Bu Mela membawaku ke cafe dekat kampus. Di situ kami berbicara. Sebelum membuka pembicaraan, kami memesan beberapa makanan dan minuman. Bu Mela yang mentraktir semua pesanan. Baca Juga Cerpen Tentang Liburan - Berlibur ke Pulau Bali “Jadi saya mengajak kamu ke sini untuk memberi tahu sesuatu. Saya melihat potensi selama kamu mengikuti perkuliahan. Saya melihat ada yang beda di diri kamu dari yang lain. Semnagat kamu, kesabaran kamu, semua itu saya rasa baik dan berhak mendapatkan yang seharusnya. Ada beasiswa untuk kamu. Untuk mempermudah kamu dalam keuangan pendidikan. Terima ini sebagai penghargaan.” Aku diam terpaku. Benar kah? “Ibu sudah banyak membantu saya, tapi saya tidak bisa membalas semua kebaikan ibu. Saya merasa ber....” “Saya ikhlas membantu, semoga ini membantu,“ lanjut Bu Mela. “Sudah kesorean, sebaiknya kamu pulang. Takut ibu kamu mengkhawatirkanmu.” “Baiklah, terima ksaih, Insya Allah saya tidak akan mengecewakan ibu.” Aku mempersilahkan Bu Mela keluar terlebih dahulu. Barulah aku mengikutinya dari belakang. Aku akan mencari angkutan umum saat Bu Mela sudah dijemput suaminya. Takut ada apa-apa kalau aku pulang duluan. Berhentilah sebuah angkutan umum dihadapanku. Segera aku memasukinya. Betapa bahagianya aku saat mendengar kabar yang disampaikan bu Mela tadi. Aku percaya ini hasil dari semua doa-doa kedua orang tua, dan orang-orag yang sayang denganku. Aku membuka gagang pintu rumah. Abiyya tak menyambutku hari ini, tidak seperti biasanya. Rumah pun sepertinya kosong. Kemana ibu? Kemana Abiyya? Apakah ayah belum juga datang? Baca Juga Contoh Cerita Pendek 500 Kata Beberapa pertanyaan dan pikiran negatif terlintas dibenakku. Aku langsung berlari ke dalam. Benar-benar tidak ada orang. Lantas kemana semua orang? Aku menyusuri semua ruangan, mencari ibu ataupun Abiyya. Perasaan tidak enak yang kurasakan saat ini. Tiba-tiba seseorang menyentuh punggungku. “Ayah? Ibu di mana? Kenapa gk ada dirumah?” Ayah yang tiba-tiba datang membuatku terkejut. “Ganti bajumu, setelah itu ikut ayah.” “Kemana? Ibu dimana yah?” Tanyaku lagi. Tapi ayah malah diam tak menjawab. “Ayah tunggu di depan ya,” aku membalas dengan anggukkan mengerti. Ayah membawaku ke sebuah tempat, yang belum aku ketahui. Kami menggunakan angukatan umum. Aku yang belum berani bertanya hanya diam berpikir. Tiba-tiba kami berhenti di rumah sakit. Aku dan ayah turun di sana. Memasuki sebuah ruangan dengan nomor kamar 036. Perlahan aku membuka knop pintu kamar. Terlihat perempuan lesu berbaring di atas kasur dengan selang infus. Mataku memerah, menahan tangis. “Ibu? “ Abiyya yang mendengar aku memanggil ibu menjawab dengan senyum hangat. “Ibu sedang tidur kak, masuk lha,” ternyata mereka yang kucari-cari tadi ada di sini. Sekarang aku belum dapat jawaban dari ini semua. Apa yang terjadi? Kenapa ibu ada di sini? “Penyakit ibu semakin parah nak, dan kita sangat membutuhkan biaya untuk oprasi ibu.” Jelas ayah dengan lembut. Aku terdiam, bagaimana ayah akan mendapatkan biaya untuk oprasi ibu? Baca Juga Cerpen Liburan Bersama Keluarga Yang Mengesankan “Yah aku punya beberapa uang yang mungkin bisa membantu biaya pengobatan ibu.” “Jangan nak, biar ayah yang akan mencarinya.” “Kapan lagi aku bisa membantu kalian. Selagi aku masih bisa tolong terima.” Lalu aku menyerahkan ATM-ku kepada ayah. Uang yang kudapatkan akan kumasukan ATM. “Sedikit membantu tapi....” “Ayah punya sedikit uang juga buat menambahnya,” lanjut ayah. “Abiyya juga!! Abiyya punya tabungan, nanti uangnya bisa buat ibu. Kakak yang kasih Abiyya,” seru Abiyya. Ternyata uang yang kuberi tidaklah sia-sia. Mungkin Abiyya tidak ada tujuan untuk menyimpan uang itu, tapi ia percaya akan bermanfaat kelak dikemudian hari. Seperti saat ini. Oprasi berjalan lancar. Kami merasa tenang sekarang. Setelah beberapa hari di rumah sakit ibu diperbolehkan kembali ke rumah. Dan bisa menjalankan harinya seperti biasa. Beberapa bulan… “Assalamualaikum ayah! ibu!“ “Waalaikumsalam, ada apa nak, bahagia bener kayaknya?” Aku memeluk ibu dengan erat. Ibu terkejut melihat reaksiku. Baca Juga Cerpen Singkat Tentang Persahabatan Sejati “Lha, lha.. kenapa? Tiba-tiba meluk ibu kayak gini?” Ayah yang membutuhkan jawaban melihat wajahku bingung. “Minggu depan aku wisuda!” “Hah? Wisuda apaan? Kapan kamu kuliahnya? Ibu gak mengerti maksud kamu apa?” “Ceritanya panjanggg bangeeettt. Intinya aku mau ibu sama ayah daateng ke acara kelulusanku.” Ibu mengeluarkan air mata bahagianya. Air mata yang kutunggu sejak lama. Kupeluk tubuh ibu yang tiba-tiba disambut dengan pelukan ayah. “Terimakasih ya rabb. Kau perlihatkan kepadaku sesuatu yang awalnya terlihat tak mungkin, dan berujung nyata.” Hari ini, hari wisudaku. Semua orang terlihat bahagia dengan kelulusannya. Dari semua usaha yang tak akan mungkin menyiakan hasil. Lantas tak semua mesti harus dipandang dari sisi pangkat ia berada, karena kesuksesan tak membutuhkan itu. Layaknya sebuah duri yang harus disingkirkan untuk menghilangkannya, dan tak mudah bukan? Ya, seperti itu lah kehidupan. Tapi tidak perlu takut, kita akan mendapatkan hasilnya nanti. Baca Juga Cerpen Persahabatan Sedih - Rindu ASMAmu Itulah Cerpen Motivasi Pendidikan yang bisa kita nikmati. Segalaj sajian yang memotivasi para pembaca. Bagaimana seberapa menarik cerita ini bagi kamu? Jangan lupa untuk baca cerita lainnya. Karena masih banyak cerita pendek yang bisa kamu baca. Sekian yang bisa disampaikan, semoga cerita pendek ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Terimakasih. Salam. 100% found this document useful 2 votes8K views4 pagesDescriptioncerita pendekCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 2 votes8K views4 pagesCerpen Meraih KesuksesanJump to Page You are on page 1of 4 You're Reading a Free Preview Page 3 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. Bagaimana cara berbakti dan menghormati kedua orang tua ketika masih hidup kisah cerita dalam cerpen mengharukan tentang perjuangan seorang anak membahagiakan ibunya adalah contoh perjuangan meraih sukses demi Ibu cerpen perjuangan anak untuk ibu ini bukanlah kisah anak durhaka yang menderita kehidupannya tetapi cerita menyentuh hati dan mengharukan tentang perjuangan hidup meraih mimpi untuk ibu bisa memiliki dalam cerpen sedih mengharukan ini, sebuah keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal selalu diusir karena tidak bisa bayar kontrakan rumah, anaknya ingin sekali membelikan rumah yang indah untuk perjuangan keluarga tersebut tertuang dalam cerpen sedih keluarga tentang perjuangan meraih sukses berjudul Istana dalam lukisan, selengkapnya disimak saja dibawah Istana Dalam Lukisan Author Zaidan AkbarPekanbaru, 1994Suasana ibu kota Provinsi Riau ini begitu dingin saat pagi yang perawan masih berselimut embun dan Pagi-pagi sekali Zaki sudah siap dengan seragam ini adalah hari pertama dimana Zaki masuk SMP setelah tahun kemarin ia lulus dari Sekolah Dasar. Baju putih dan celana biru yang Zaki pakai sekarang memang bukanlah seragam baru, karena ada tetangga yang bersimpati pada Zaki untuk melanjutkan demikian Zaki tak menghiraukan tentang seragamnya. Mau baru ataupun bekas dari orang lain yang penting kini Zaki bisa sekolah. Api semangat dalam dirinya tak pernah padam untuk meraih sepatu yang menutup kaki nya pun adalah sepatu yang biasanya ia pakai seperti tahun lalu. Koyak dan kusam itu sudah tentu, tetapi derap langkahnya begitu pasti dan terus Zaki ayunkan untuk berjalan menuju sekolah barunya sarapan ala kadarnya, Zaki masih duduk di bangku teras rumah kontrakan yang mereka tinggali. Seperti biasa ia menunggu Zahro, adiknya yang masih sibuk mempersiapkan PR sekolahnya."Makanya kalau ada PR dikerjakan, jangan main mulu," ujar Zaki dengan ketus pada adiknya yang tengah sibuk menulis memang takut terlambat ke sekolah sebab ini adalah hari pertamanya masuk berapa lama tampak Zahro membereskan buku-bukunya."Udah selesai?" tanya Zaki pada mengangguk. Bocah kelas empat SD Itu dengan segera memasukkan buku-buku sekolah yang berserakan itu ke dalam tas lalu menentengnya."Zaki dan Zahro berangkat sekolah dulu Bu," ucap Zaki sambil salaman dan mencium tangan ibunya serta begitu pula tersenyum melihat anak-anaknya yang penuh semangat itu. Rodiah mengusap kepala mereka. Terbersit doa dalam hati Rodiah." Ya Tuhanku, wujudkan lah mimpi-mimpi kedua anakku," benak Rodiah jauh juga jalan yang ditempuh oleh Zaki dan Zahro hingga sampai ke sekolah mereka. Apalagi semua itu dilalui dengan berjalan demikian besarnya semangat dalam hati Zaki dan Zahro telah membasuh rasa lelah mereka yang akhirnya membawa keduanya tiba di depan pintu gerbang Sekolah Dasar Negeri dimana tempat Zahro sekolah telah memanggil dengan suara deringnya. Itu tandanya pelajaran akan segera dimulai. Siswa-siswi SD Negeri itu terlihat bergegas masuk keruangan bagi Zaki, ia terus berjalan kaki sekitar delapan ratus meter lagi dari tempat itu untuk mencapai sekolah Zaki berkeringat dan begitu pula baju seragamnya yang putih juga basah karena keringat. Namun Zaki tak menghiraukan itu. Baginya sampai ke sekolah sudah membuatnya begitu ini Zaki jalani dengan penuh keceriaan. Di sekolah baru kini Zaki punya teman-teman baru. Zaki selalu berupaya untuk tekun belajar demi cita-cita jam sekolah usai Zaki menjemput Zahro yang telah menunggu di depan gerbang sekolah dasar tempat Zahro menimba ilmu. Kakak beradik itu nampak pulang berjalan kaki pulang sekolah, sampailah Zaki dan Zahro ke rumah keduanya terkejut saat melihat sang ibu di datangi oleh pemilik kontrakan."Rodiah! kali ini apa alasan mu lagi," ujar ibu pemilik kontrak itu dengan nada tinggi."Sudah dua bulan kau tak bayar uang sewa rumah ini," tambahnya sambil membentak."Buk! beri saya waktu, kalau nanti saya punya uang pasti akan saya bayar," ucap Rodiah dengan bermohon."Apa ...? Berapa lama? kapan kau akan bayar?"Ibu pemilik kontrakan itu mulai kesal pada Rodiah."Tidak ...! sekarang juga kau harus keluar dari rumah ini karena ada orang lain yang akan menempati rumah ini."Pemilik kontrakan itu marah dengan sangat sambil menunjuk-nunjuk wajah Rodiah."Tapi aku dan anak-anak ku akan tinggal dimana buk?" tanya Rodiah dengan memelas."Mana aku peduli, kosongkan rumah ini sekarang juga," pekik ibu pemilik kontrakan itu."Dasar tak tahu diri," caci sang pemilik Zaki dan Zahro melihat ibu yang mereka cintai dibentak-bentak, dimarahi bahkan dihina, sungguh hati Zaki bagai tersayat mata Zaki jatuh seiring dengan tangisan ibunya yang terlihat bermohon dan meminta tenggang waktu pada sang pemilik inilah yang tak pernah ingin Zaki saksikan dalam hidupnya, meskipun sangat sering Zaki dan keluarganya diusir karena tak sanggup bayar uang kontrakan pemilik kontrakan itu pergi, Zaki dan Zahro memeluk ibu mereka dengan tangis yang menderu."Zaki, Zahro! bereskan barang-barang kalian ya nak!" kata Rodiah pada kedua anaknya."Kemana kita akan pindah ibu? tanya pertanyaan anak bungsunya itu Rodiah menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca kemudian Rodiah memeluk Zahro dengan kesedihan itu mereka tetap membereskan barang-barang milik mereka. Barang-barang mereka memang tak banyak, hanya berapa helai pakaian dan foto-foto keluarga semasa sela mereka berkemas. Rodiah meraih fhoto sang suami yang berbingkai kayu. Laki-laki tersenyum dalam fhoto itu kini memang sudah tiada. Ia pergi untuk selamanya meninggalkan Rodiah dan Zahro dalam kepedihan mata Rodiah menggenangkan air yang siap jatuh berderai saat ia menatap fhoto suaminya suami yang telah menemui ajalnya dua tahun yang lalu lantaran sakit paru-paru yang mereka satu-satunya juga telah habis terjual akibat biaya perobatan suaminya saat itu. Sejak itu keluarganya terperosok kedalam kebutuhan hidup sehari-hari ditambah lagi biaya pendidikan Zaki dan Zahro amatlah sulit untuk Rodiah penuhi sebab selaku seorang perempuan yang hanya bekerja sebagai penjual kue, hasil yang diperoleh tidaklah ini adalah kesekian kalinya keluarga itu diusir dan untuk kesekian kalinya pula mereka terendam dalam danau air mata akibat pengusiran-pengusiran sisi lain Zaki tampak sibuk membereskan barang-barangnya. Zaki meraih perlahan sebuah lukisan yang ia pajang di kamar tidurnya. Gambar sebuah rumah dalam lukisan itu adalah karya tangan Zaki mimpinya Zaki ingin sekali punya rumah sendiri sebagaimana yang pernah ia lukis dalam selembar buku gambar itu. Perasaan Zaki tak tega melihat ibunya dihardik dan dihina sedemikian rupa saat orang lain mengusir lama Zaki menatap lukisan rumah yang pernah ia gambar itu. Dalam hatinya bergumam."Aku harus bekerja membantu ibu, apapun itu aku harus menghasilkan uang, kami harus punya rumah sendiri agar tak ada lagi yang mengusir kami, biar ibu tak pernah sedih lagi."Kemudian Zaki mengambil sebuah pena dari tas sekolahnya dan ia menulis kalimat di bawah lukisan yang ia buat tersebut. Ia menambahkan tulisan 'ISTANA UNTUK IBU'.Begitulah tulisan yang Zaki tambahkan pada lukisan rumah yang tergores dalam buku gambar itu. Lalu dengan bergegas Zaki masukkan lukisan tersebut ke dalam tas sekolahnya."Zaki, ayo kita berangkat nak!" ajak mengangguk dan akhirnya ibu dan kedua anaknya pun pergi meninggalkan rumah yang mereka tinggali mereka akan pergi?Entahlah, Rodiah juga tak tahu kemana langkah kakinya akan dibawa hingga akhirnya malam pun tiba."kita istirahat di sini saja" ujar dan kedua bocah itu menginap di sebuah pos kamling yang kebetulan malam itu tidak itu Zahro berbisik pada ibunya."Zahro lapar buk!"Kemudian Rodiah mengeluarkan sebagian kue yang belum sempat ia jual tadi siang. Lalu kedua anak itu makan kue dengan begitu memperhatikan kedua anaknya itu yang sedang menyantap kue buatannya. Kedua mata Rodiah kembali berlinang hingga tetesan air matanya membasahi suara petir pun turun dengan lebatnya. Rodiah memeluk kedua anaknya seakan Rodiah tengah meyakinkan pada Zaki dan Zahro bahwa tidak akan terjadi yang begitu takut pada kilatan petir itu tetap memeluk ibunya dengan erat untuk mencari Rodiah begitu pedih menyaksikan penderitaan yang dialami anak-anaknya ini. Tangis Rodiah pun tak terbendung lagi seraya hatinya berkata."maafkan ibu nak, Semua ini karena ketidakmampuan ibu."Lalu Rodiah mengecup kepala kedua anaknya. Setelah itu pelukan Zaki terlepas. Zaki melihat air mata ibunya mengalir mengucur dari kelopaknya. Kemudian Zaki mengusap air mata ibunya itu dengan perlahan."Jangan menangis ibu! Zaki dan Zahro tidak apa-apa, kami baik-baik saja," ucap Zaki pada ibunyaSekali lagi Rodiah memeluk kedua anaknya dengan tangis yang pilu. Keluarga kecil itu pun tenggelam dalam kesedihan mereka, larut bersama derasnya hujan yang masih belum ini sungguh terasa berat bagi keluarga itu. Hujan pun mulai reda menjelang subuh. Butir- butir embun yang menggantung di ujung dedaunan begitu indah bagai sebuah harapan Zaki yang ia gantungkan pada hari-harinya yang berangsur pagi Zaki dan Zahro bergegas ingin pergi ke sekolah. Jarak antara Pos kamling yang mereka tinggali semakin jauh dari sekolah mereka. Kali ini kedua kakak beradik itu harus berlari dan terus berlari secepat yang mereka bisa agar tak terlambat ke tengah perjalanan Zahro terlihat letih sekali hingga Zaki terpaksa menggendong Zahro menuju sekolah. Zaki terus berlari dan menggendong adiknya menuju hari Zaki harus berlari dan juga mengendong Zahro pergi pulang ke sekolah. Capek dan lelah sudah barang tentu Zaki rasakan namun rasa semangat yang bersarang dalam batin Zaki jauh lebih besar dari rasa apa yang dilakukan oleh Zaki yang terus berlari dan memacu dirinya saat pergi dan pulang dari sekolah membuat Zaki dijuluki si kuda hitam oleh di waktu lain saat Zaki dan Zahro baru pulang sekolah tiba-tiba mereka melihat sang ibu mulai merapikan barang-barang di pos kamling yang selama ini mereka tempat itu juga terlihat beberapa orang termasuk RT setempat. Zaki dan Zahro menatap ibunya seraya berjalan dan mendekat."Kita pindah sekarang juga, ucap Rodiah kepada kedua anaknya."Pos kamling ini mau di bongkar nak!" lanjut Rodiah dan Zahro tak berkata apapun. Mereka berdua hanya mengikuti perintah ibunya dan lahirnya keluarga kecil itu terusir lagi. Hati Rodiah kembali bergumam."Kemana lagi kami akan tinggal ya Tuhan." Tanya ini terus bersarang dalam batin Rodiah melihat isi dompetnya dan ternyata hasil jualan kuenya tak akan cukup bila digunakan untuk mencari rumah pada akhirnya mereka singgah ke sebuah musholla dan Rodiah memutuskan untuk menginap saja di emperan musholla itu untuk sementara Rodiah merasa cukup lelah dengan semua ini, namun sepasang mata kedua bocah yang sangat Rodiah cintai itu membuat ia terus memacu diri untuk tetap berjuang di anak-anaknya ini setelah para jemaah telah usai sholat isya di musholla itu maka Rodiah dan kedua anaknya bersiap hendak tidur di emperan musholla tersebut, namun Zaki terlihat belum memejamkan termenung memandangi Lukisan sebuah rumah yang selalu ia bawa dalam tas sekolahnya. Lukisan rumah sederhana yang bertuliskan ' ISTANA UNTUK IBU '. hati Zaki kembali bergumam."Apa yang harus kulakukan untuk meringankan beban ibu?"Bocah berusia belasan itu bertanya pada benaknya sendiri. Zaki menghela napas panjang karena Zaki pun tak mengerti lagi apa yang harus ia tiga hari keluarga kecil ini menginap di musholla itu, akan tetapi ada sebagian masyarakat yang kurang suka dengan keberadaan mereka. beberapa warga bersama ketua RT menghampiri Rodiah dan mereka menyarankan agar Rodiah dan keluarga dapat mencari tempat lain untuk bertempat yang kala itu hendak berjualan kue merasa sangat tertikam hati kecilnya saat menerima perlakukan masyarakat yang mengusir dirinya, sedangkan Zaki dan Zahro sejak pagi tadi sudah berangkat ke Zaki dan Zahro pulang sekolah, mereka berdua tidak menemukan ibunya di musholla itu lagi. Zaki terus berlari sembari menggendong Zahro, terus berlari sekuat tenaga. Mereka mencari ibunya di setiap sudut kota hingga akhirnya mereka bertemu juga dan Rodiah menceritakan apa yang sudah terjadi kepada kedua anaknya itu dengan penuh kesedihan dan berderai air berganti malam dan trotoar toko menjadi lapak mereka untuk beristirahat. Pindah dari trotoar Toko yang satu ke trotoar toko yang lain dan pengusiran demi pengusiran juga mereka alami dan sepertinya hal itu sudah biasa buat seperti biasa Zaki terus mengayunkan langkahnya berlari dengan cepat dengan menggendong Zahro agar mereka tak terlambat ke suatu malam Zahro terserang demam. Badannya terasa begitu panas dan suhunya cukup tinggi. Zaki dan Rodiah pun terlihat panik atas kondisi Zahro tanpa berpikir panjang lagi Zaki menggendong sang adik lalu dia berlari dan terus berlari secepat mungkin membawa Zahro ke rumah tak peduli meski meski ia harus menguak ramainya jalan raya malam itu dan kondisi hujan lebat hingga Zaki harus membuka bajunya untuk ia selimutkan ke tubuh Zahro yang semakin lama semakin alas kaki Zaki yang berlari sambil menggendong sang adik akhirnya sampai jua ke rumah Zahro ditangani oleh pihak medis hingga demamnya mereda. Cukup lama Zahro terbaring barulah datang sang ibu ke ruangan rawat. Rodiah terlambat karena memang harus menyusul dengan berjalan kondisi Zahro yang membaik maka Zaki dan sang ibu mulai tampak seperti orang yang kebingungan. Di dalam pikiran mereka hanya satu bagaimana cara membayar biaya rumah sakit karena sudah dua hari Zahro dirawat di termenung dan terdiam di ruang tunggu sebab ia faham bahwa keluarganya memang tak punya uang dan tak punya dari sisi Zaki duduk terlihat sepasang suami istri setengah baya yang sepertinya sedang bertengkar dengan salah satu dokter di rumah sakit itu."Kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk menyelamatkan anak bapak," ujar dokter"Anak bapak banyak kehilangan darah akibat kecelakaan itu, golongan darahnya AB negatif dan pihak rumah sakit sedang mencari darah tersebut sebab persediaan darah AB negatif lagi kosong, harap bapak dapat bersabar," ucap dokter itu itu Zaki mulai mengenali perempuan paruh baya yang sedang menangisi masa kritis anak bungsunya itu. Lalu Zaki teringat bahwa yang menangis itu adalah ibunya adalah Temam sekelas Zaki. di sekolah Hardi selalu membuly Zaki selama ini. Hardi kerap mengejek Zaki dan mengatakan bahwa Zaki dan keluarganya adalah seorang gembel."Lalu bagaimana dengan nasib Hardi anak kami dok?" Ibu itu bertanya pada dokter yang di hadapannya."Mohon ibu untuk bersabar, sebentar lagi mungkin kita akan dapat persediaan darah untuk anak ibu," jawab dokter menenangkanKemudian Zaki menghampiri mereka dan berkata."Ambil darah saya saja pak dokter!"Lalu dokter dan pasangan suami istri itu menatap Zaki yang tiba-tiba datang menyela pembicaraan mereka."Apa golongan darahmu juga AB negatif nak?" tanya si-Bapak"Aku tidak tahu pak, yang pastinya aku mengenal Hardi, Hardi adalah teman sekelas ku, aku hanya ingin berbuat sesuatu untuk menolongnya," sahut Zaki menjawab pertanyaan bapak tidak ada pilihan lain buat mereka selain melakukan pemeriksaan golongan darah Zaki dan ajaibnya ternyata Zaki juga bergolongan darah AB negatif hingga cocok untuk dilakukan transfusi darah untuk menolong Hardi yang sedang masa kritis akibat kecelakaan yang Hardi besarnya rasa terima kasih keluarga Hardi kepada Zaki yang datang bagai seorang malaikat penolong sehingga ayah Hardi yang bernama Pak Sofyan itu tak tahu lagi bagaimana cara membalas Budi baik sadar Pak Sofyan menceritakan tentang Zaki kepada Hardi, namun Hardi berkata."Sebenarnya aku tak Sudi ditolong oleh anak gembel itu ayah," jawab Hardi dengan ketus."Anak gembel!" ucap Pak Sofyan terheran-heran"Iya gembel, keluarga Zaki itu gembel," ujar Hardi berulang-ulang."Bukankah Zaki itu teman sekelas mu? dan aku lihat anaknya baik, Zaki tulus menolong mu, Hardi!" lanjut Pak Sofyan lagi."Walaupun Zaki itu teman sekolah ku tapi aku tak suka berteman dengannya sebab dia itu seorang gembel," sahut memalingkan mukanya dan menunjukkan raut wajah kebenciannya pada ZakiDari pembicaraan Pak Sofyan dah hari ini, akhirnya Pak Sofyan ingin tahu lebih jauh siapakah anak yang bernama Zaki Pak Sofyan menemui keluarga Zaki dengan mendatangi ruangan dimana Zahro adiknya Zaki dirawat dan dari situ pula Pak Sofyan mengerti bahwa keluarga Zaki memang tak punya tempat Pak Sofyan bersedia menanggung biaya perobatan Zahro dan juga menawarkan keluarga Zaki untuk tinggal di rumah keluarga Pak Sofyan, kebetulan keluarga Pak Sofyan lagi butuh tenaga asisten rumah tangga untuk bantu-bantu di rumah keluarga Pak Sofyan. Hal ini Pak Sofyan lakukan untuk membalas budi baik keluarga Zaki sangat berterima kasih atas kebaikan dan tawaran dari pak Sofyan ini dan kebetulan juga keluarga Pak Sofyan memilki usaha kuliner sejenis rumah makan. Untuk itu Rodiah pun menjadi seorang pembantu pada keluarga Pak juga bekerja pada usaha kuliner itu. Zaki bertugas sebagai pengantar makanan yang dipesan oleh pembeli yang jaraknya cukup yang kini sudah kelas tiga SMP itu memang tidak pandai bersepeda motor dan bahkan tidak pandai pula menaiki sepeda dan cara satu-satunya yang dilakukan oleh Zaki adalah seperti biasa yakni Zaki lari sekencang mungkin untuk mengantarkan pesanan makanan kepada pelanggan dan pekerjaan seperti ini terus ia lakukan. Belum lagi ke sekolah Zaki juga terus Pak Sofyan sering menawarkan agar Zaki diantar ke sekolah bersama Hardi namun Zaki sering menolak dan Zaki Sadar betul bahwa Hardi tidak suka padanya sampai saat demi hari kian berganti dan tak terasa sudah setahun Zaki dan keluarganya tinggal bersama keluarga Pak Sofyan walaupun hari-hari yang dilaluinya tidaklah mudah akibat perlakukan Hardi yang terkadang cukup kerap menghardik Zaki dan Zaki sering disuruh oleh Hardi untuk melakukan sesuatu yang tidak pada apa yang dilakukan Hardi terhadap Zaki begitu menjengkelkan buat Zaki namun Zaki cukup tahu diri sebagai seorang anak pembantu yang menumpang tinggal di rumah ketika hati Zaki sedih akibat perlakukan Hardi padanya Zaki selalu melihat lukisan rumah sederhana yang bertuliskan ' ISTANA UNTUK IBUAlangkah indahnya jika ia, Zahro dan ibunya bisa punya rumah sendiri, pikir Zaki dalam benaknya namun apapun perlakukan Hardi haruslah Zaki terima yang penting keluarganya punya tempat bernaung. begitulah sebagain besar perasaan Zaki dalam terus berlalu dan Zaki pun juga terus berlari hingga sang waktu mampu membentuk bakat lari Zaki semakin terasah dan karena bakatnya itu Zaki sering memenangkan lomba lari maraton yang ia ikuti mulai tingkat sekolah bahkan tingkat mulai menabung sedikit demi sedikit untuk mewujudkan sebuah istana sederhana, rumah kebahagian buat sang ibunda tercinta seperti dalam lukisannya itu walau kini semua masih hanya sebatas Zaki Ardiansyah, siswa kelas dua SMA mulai dikenal dalam dunia olahraga cabang lari maraton meskipun itu masih setingkat kabupaten, namun lambat laun karirnya mulai terlihat perkembangannya hingga ke tingkat suatu ketika Zaki terpilih menjadi salah satu atlit binaan di Pelatihan bakat di kota Pekanbaru dalam menghadapi Pekan Olahraga Nasional PON mewakili Provinsi ini selama enam bulan. Zaki mengikuti semua program dan berbagai sesi pelatihan. Zaki tinggal di karantina di Kota selama di asrama Zaki berlatih sungguh-sungguh. Bila ia letih maka Zaki melihat lukisan rumah sederhana yang menjadi impian keluarganya Zaki pada ibu dan adiknya terkadang cukup mendalam namun Zaki selalu punya harapan untuk membahagiakan sisi lain Rodiah dan Zahro sudah tidak tinggal bersama keluarga Pak Sofyan lagi sebab perlakukan Hardi yang tak henti-hentinya menghina Zahro bahkan Hardi juga berani menghina Rodiah yang juga ibunya yang terjadi pada keluarga Zaki tak pernah Rodiah sampaikan pada Zaki yang kini berada di karantina pelatihan Atletik nun jauh di akhirnya Zaki Ardiansyah berhasil memperoleh mendali emas dalam cabang lari maraton putra yang mengharumkan nama provinsi Riau pada perhelatan perlombaan olahraga nasional puncaknya Zaki Ardiansyah di kenal sebagai atlet profesional cabang lari maraton putra yang juga turut membanggakan nama bangsa pada ajar Sea Games dan Asian Games serta yang tak terlupakan saat Zaki Ardiansyah turut menyumbang mendali emas buat bangsa dan negara di kancah Zaki ditanya oleh Wartawan apa yang menjadi motivasi kesuksesannya maka Zaki menunjukkan sebuah lukisan rumah sederhana yang bertuliskan ' ISTANA UNTUK IBU' dan orang-orang itu tercengang melihat itu sebab Zaki sendiri tak pernah bermimpi menjadi seorang atlet pelari bahkan cita-citanya dulu ingin jadi seorang pilot namun takdir telah menuliskan jalan hidup yang harus ia lewati.'Usaha tak pernah mengkhianati hasil' mungkin sebait ungkapan ini yang pantas menggambarkan perjuangan seorang Zaki Ardiansyah. Bangkit dari keterpurukan hidup hingga meraih istana dalam lukisan itupun sudah terwujud dalam bentuk nyata. Rodiah yang memang sudah menua kini bernaung dalam sebuah rumah mewah hasil dari peluh dan keringat Zaki anaknya serta duka dan juga air mata dari kelamnya sebuah kemiskinan di masa itu pula kini keluarga Zaki punya usaha konveksi dan sebagian dari pendapat keluarga mereka sumbangkan untuk membangun panti jompo dan juga panti asuhan agar tak ada lagi orang yang merasakan bagaimana pedihnya tidak punya tempat itu hidup memang berputar. Keluarga Pak Sofyan juga bangkrut dan akhirnya Hardi menjadi seorang karyawan di perusahaan konveksi milik keluarga Zahro sekarang tumbuh menjadi perempuan cantik dan Zahro lah yang kini mengendalikan perusahan tekstil dan konveksi milik keluarga ketika Zaki Ardiansyah berdiri menatap lukisan rumah sederhana yang bertuliskan ' ISTANA UNTUK IBU' yang sengaja ia pajang di dinding rumahnya itu untuk mengenang proses dan pedih serta getirnya perjuangan hidup besok Zaki harus terbang ke Swedia untuk mengikut kejuaraan dunia lomba lari maraton dan seperti biasa sebelum berangkat Zaki sholat dua rakaat dulu dan langsung mencium kaki ibunya yang kini hanya duduk di kursi roda sebagai bentuk memohon doa restu dari sang ibu."Ibu! doakan Zaki untuk pertandingan lusa di Swedia," ujar Zaki pada ibunyaRodiah pun tersenyum riang melihat anaknya dengan penuh rasa kebanggan karena berjuang untuk mengharumkan nama bangsa di kancah A M A TPesan moral dalam cerpen mengarukan Istana dalam lukisanUsaha tak pernah mengkhianati hasil, keterpurukan dan cobaan hidup adalah tangga awal untuk mencapai puncak kesuksesanKarena tidak ada perjuangan yang sia sia asalah tekun dan giatDalam kegersangan hidup pasti ada air di tengah padang pasir

cerpen tentang perjuangan meraih sukses